HALAL BI HALAL FEBI “SILATURAHIM MENINGKATKAN KINERJA“

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) - HALAL BI HALAL FEBI “SILATURAHIM MENINGKATKAN KINERJA“

Dalam rangka merayakan hari kemenangan kaum muslimin setelah sebulan berpuasa merupakan kebiasaan kaum muslimin di Indonesia, di negara lain tidak ditemukan. Ini kebiasaan yang perlu dipertahankan karena banyak nilai positifnya, bersilaturahmi, mendengarkan tausiah dll, ungkap Dekan FEBI sewaktu mengantarkan kata hala bihalal FEBI yang dilaksanakan pada hari Selasa 18 Mei 2021,. dihadiri oleh segenap keluarga besar FEBI IAIN Bukittinggi.

Bertindak sebagai penceramah H. Raymon Dantes LC., MA yang merupakan Dosen FEBI sendiri, menguraikan tausiahnya seperti berikut ini:

Selama ini banyak di antara kita yang salah kaprah dalam memaknai frase ‘Idul Fitri’. Kata ‘Ied’ diartikan ‘kembali’ dan kata ‘fitri’ karena dianggap berasal dari kata ‘FITHROH’ (dengan ha marbuthoh) yang artinya ‘asal’ atau ‘suci’ atau ‘bersih’. Jadi kata ‘Idul fitri’ diartikan ‘kembali ke asal kita yang bersih/suci’. Argumentasi fiqihnya, karena orang yang berpuasa oleh Allah dijanjikan akan diampuni seluruh dosa-dosanya, sehingga pada tanggal 1 syawal tersebut dia ibarat bayi yang suci dari noda dan dosa.

Pemahaman yang semacam itu secara etimologi tidak tepat. Kata ‘fitri’ pada ‘Iedul Fitri’ bukan berasal dari ‘FITHROH’ tetapi dari kata ‘FITHR’ (fathoro-yafthuru-ifthor) yang artinya ‘berbuka’. Jadi frasa ‘Idul fitri’ artinya ‘kembali berbuka’. Maksudnya, kembali seorang yang tadinya berpuasa diperbolehkan melakukan makan-minum di pagi hari pada tanggal 1 Syawal tersebut atau tanda bahwa bulan ramadhan telah berakhir.

Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih)

Dan dalam salah satu lafadz Imam Daruquthni :

Puasa kamu ialah pada hari kamu berpuasa, dan Fithri kamu ialah pada hari kamu berbuka”.

Dan dalam lafadz Imam Ibnu Majah :

Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka, dan Adha pada hari kamu menyembelih hewan”.

Dan dalam lafadz Imam Abu Dawud:

Dan Fithri kamu itu ialah pada hari kamu berbuka, sedangkan Adha ialah pada hari kamu menyembelih hewan”.

Hadits di atas dengan beberapa lafadznya tegas-tegas menyatakan bahwa Idul Fithri ialah hari raya kita kembali berbuka puasa . Oleh karena itu disunatkan makan terlebih dahulu pada pagi harinya, sebelum kita pergi ke tanah lapang untuk mendirikan shalat I’ed. Supaya umat mengetahui bahwa Ramadhan telah selesai dan hari ini adalah hari kita berbuka bersama-sama.

Itulah arti Idul Fithri. Demikian pemahaman dan keterangan ahli-ahli ilmu dan tidak ada khilaf diantara mereka. Jadi artinya bukan “kembali kepada fithrah”, karena kalau demikian niscaya terjemahan hadits menjadi : “Al-Fithru/suci itu ialah pada hari kamu bersuci !.

Oleh karena itu, makna yang tepat dari “Iedul Fitri” adalah kembali berbuka (setelah sebelumnya berpuasa).

Benarkah setiap muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian secara otomatis di hari Raya Idul Fithri akan menjadi Fithrah (Suci seperti tafsiran masyarakat awam) dan seperti bayi yang baru lahir?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”  HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760.

Dalam sebuah hadist lain tafsir hadits ini  disebutkan,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”( HR Muslim, Juz 2 hlm 23 ).

Yang dimaksud dengan pengampunan dosa dalam hadits riwayat Muslim ini, ada dua penafsiran:

Pertama, amalan wajib (seperti puasa Ramadhan, -pen) bisa menghapus dosa apabila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Apabila seseorang tidak menjauhi dosa-dosa besar, maka amalan-amalan tersebut tidak dapat mengampuni dosa baik dosa kecil maupun dosa besar.

Kedua, amalan wajib dapat mengampuni dosa namun hanya dosa kecil saja, baik dia menjauhi dosa besar ataupun tidak.

Acara di tutup dengan makan bersama, hidangan yang dibawa oleh ibu-ibu keluarga besar FEBI, dengan berbagai rupa dan jenisnya, untuk meningkat keakraban keluarga FEBI ke depannya.(GB)

Leave a Reply